img

Mochi: Camilan Lembut dan Kenyal Khas Jepang

Siapa yang tidak tahu mochi? Kue beras asal Jepang ini memang sudah terkenal di Indonesia. Namun, tahukah kamu jika mochi memiliki sejarah kultur yang panjang? Ayo kita lihat lebih dalam tentang tradisi kuliner dan sejarah mochi!


Apa itu Mochi? 

Mochi adalah kue beras Jepang yang terbuat dari beras ketan, juga dikenal sebagai beras ketan atau beras manis. Beras ini dikukus, ditumbuk, dan dibentuk menjadi kue yang lembut dan kenyal. Tapi, tahukah kamu? walaupun mochi yang lebih sering dikenali orang sebagai makanan dengan teksturnya yang lembut dan lengket, mochi juga terkadang keras seperti batu, lho! Oleh karena itu mochi bisa sulit untuk didefinisikan. 


Bahan Membuat Mochi

1. Beras Mochigome

Jika kamu penasaran apa yang membuat mochi unik dan lezat, Beras Mochigome lah pelaku utamanya. Beras mochi bukanlah beras biasa yang kita makan sehari-hari, namun adalah beras ketan mochigome. Secara teknis, semua jenis beras mengandung dua jenis pati utama, yaitu Amilosa dan Amilopektin. Amilosa memiliki struktur yang tidak mudah larut dalam air dan cenderung menghasilkan nasi yang tidak lengket saat dimasak. Beras berbutir panjang (umum di Barat) cenderung mengandung banyak amilosa.

Sebaliknya, amilopektin sangat mudah larut dan menghasilkan tekstur yang lengket ketika dimasak. Beras berbutir sedang biasanya mengandung lebih banyak amilopektin dibanding beras berbutir panjang, sehingga teksturnya lebih lembut.

Namun, beras ketan bulir pendek seperti mochigome mengandung amilopektin yang hampir murni dan tidak mengandung amilosa sama sekali. Inilah yang membuatnya sangat lengket seperti jeli saat direbus, dan seperti adonan kenyal saat dikukus.

2. Air dan Udara

Beras mochigome dikukus, lalu diproses dengan cara ditumbuk berulang kali, baik menggunakan palu tradisional maupun mesin modern, dan penambahan dua bahan penting yang sering sederhana yaitu air dan udara.

Air digunakan selama proses penumbukan untuk mencegah mochi menempel pada palu, mesin, atau tangan yang menyentuhnya. Penggunaan air menjaga mochi tetap bersih, bebas dari tepung, minyak, atau bahan tambahan buatan. 

Sementara itu, proses penumbukan juga memasukkan gelembung-gelembung udara kecil ke dalam adonan mochi. Udara inilah yang memberikan mochi tekstur khasnya yang kenyal, lentur, dan mudah digigit. Mochi yang lezat justru bukan yang paling padat, tapi yang terasa ringan dan sedikit berongga, hasil dari udara yang tercampur saat ditumbuk. Tekstur seperti ini membuat mochi lebih mudah dikunyah dan semakin enak untuk dinikmati.

3. Bentuk seperti bola

Setelah ditumbuk, butiran beras mochigome berpadu menjadi satu massa adonan besar, seperti bola raksasa. Dari sinilah mochi siap diolah ke berbagai rasa dan gaya

Biasanya, bola besar ini dipotong menjadi porsi-porsi kecil seukuran telapak tangan, lalu dibentuk menjadi bola-bola mungil. Untuk mencegah lengket, mochi ini kemudian digulingkan ke dalam tepung, pati, atau bubuk kinako (tepung kedelai sangrai).

Kadang-kadang, massa mochi tidak dibentuk menjadi bola, tapi dipadatkan menjadi balok besar dan dibungkus rapat dalam plastik agar mudah disimpan. Meski pada akhirnya mochi bisa muncul dalam banyak bentuk, bulat, kotak, bahkan cetakan karakter, semuanya selalu bermula dari bentuk bola.


Sejarah dan kultur Mochi

Mochi telah menjadi bagian dari budaya Jepang selama berabad-abad, meskipun asal-usul pastinya masih belum jelas. Para sejarawan belum dapat menentukan kapan tepatnya kue beras ini pertama kali muncul, tetapi para arkeolog telah menemukan alat pengukus kuno, mirip dengan yang digunakan dalam pembuatan mochi, yang berasal dari Zaman Kofun. Meskipun waktunya belum pasti, para peneliti mengetahui dari mana mochi kemungkinan besar berasal. Mochi diyakini bermula dari wilayah Jepang Barat, di mana pertanian padi menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat.

Sementara itu, Jepang Timur lebih banyak menerapkan metode ladang berpindah (tebang dan bakar), yang menghasilkan umbi-umbian seperti talas dan ubi. Karena Jepang Barat sangat bergantung pada beras, kemungkinan besar tradisi menyantap mochi saat Tahun Baru berasal dari sana. Lama-kelamaan, beras menjadi sangat penting dalam budaya Jepang hingga dianggap suci. Dalam kepercayaan Shinto, beras dipandang sakral, dan masyarakat berdoa kepada dewa-dewa padi untuk panen yang melimpah.

Kisah-kisah kuno, seperti yang tercatat dalam naskah abad ke-8 berjudul Fungo No Kuni Fudoki menunjukkan betapa besar penghormatan masyarakat Jepang terhadap beras. Dalam sebuah cerita, sebuah pria kaya menggunakan sisa hasil panen beras mereka untuk membuat kue beras. Namun, alih-alih dimakan, kue-kue itu dijadikan sasaran latihan memanah. Tindakan ini dianggap tidak sopan. Sebagai bentuk pembalasan dari para dewa, mochi yang telah dipanah itu berubah menjadi burung-burung putih dan terbang pergi. Setelah itu, sawah keluarga tersebut menjadi tandus, dan mereka jatuh miskin. Karena cerita itu, angsa putih kemudian dianggap sebagai simbol pertanian padi dan keberuntungan. Bahkan hingga kini, membuang-buang nasi masih dianggap sebagai perbuatan yang tidak sopan di Jepang.

Pada masa Heian (794–1185), mochi memainkan peran penting dalam ritual Shinto, terutama dalam perayaan kelahiran dan pernikahan. Menurut Ōkagami, sebuah catatan sejarah dari abad ke-12, para kaisar dan bangsawan biasa memasukkan mochi ke dalam mulut bayi yang telah berusia 50 hari. Pada masa yang sama, muncul kebiasaan baru di kalangan bangsawan.Tiga hari setelah pernikahan, pengantin pria dan wanita akan memakan mochi bersama di rumah keluarga mempelai wanita sebagai bagian dari tradisi pernikahan.


Jadi, Di Jepang, Mochi bukan sekadar makanan. Mochi dipercaya sebagai tempat bersemayamnya inadama (稲魂), yaitu roh atau jiwa yang tinggal di dalam butiran beras. Sebagai masyarakat yang bergantung pada hasil panen padi, orang Jepang mengembangkan hubungan spiritual yang mendalam dengan beras. Dalam tradisi Shinto kuno, roh padi dihormati melalui doa dan persembahan, terutama saat masa tanam dan panen. Masyarakat percaya bahwa mochi yang mengandung inadama mampu memulihkan tenaga dan memberi semangat baru bagi siapa pun yang memakannya. Karena makna spiritual inilah, mochi menjadi makanan istimewa yang disajikan dalam perayaan penting seperti Tahun Baru dan Hari Anak.

Tag
#Mochi #Kuliner Jepang #Sejarah Jepang #Fakta Jepang #Jepang Indonesia #Makanan Jepang #LPK Higlob #Higlob International Education #Fun Fact Jepang

Leave a Reply